Karya patung I Nyoman Tjokot yang berjudul “Komposisi Mahluk Mitologi” (1965) ini, merupakan konfigurasi imajinatif tentang makhluk-makhluk dari dunia mistis. Bentuk-bentuknya cenderung mengarah pada idiom visualyang bersifat demonis dengan ekspresi yang menakutkan. Sosok-sosok totemdalam tekstur kasar, saling bertumpuk dengan bentuk dan gerak tubuh yang bebas. Ronggarongga selain memberi batas bentuk juga menjadi aksentuasi suasana primitif. Dalam karya-karyanya Nyoman Tjokot cenderung tidak mengukir dengan rumit, apalagi menghaluskan figur-figurnya. Ia justru merespon lekuk-lekuk bentuk kayu yang ada, dan menggali munculnya berbagai figur dengan kemungkinan bentuk dan gesturnya.Pada mulanya karya-karya Tjokot yang bentuknya bebas dan kasar itu tidak mendapat sambutan, apalagi di antara keragaman artistik patung-patung Bali yang halus dan rumit. Akan tetapi, setelah Walter Spies dan Rudolf Bonnet memberikan dorongan dan sugesti tentang kekuatan yang dimiliki, maka Tjokot sendiri bisa meyakininya. Setelah itu, berkembanglah respon publik pada karya-karyanya, bahkan gaya Tjokot kemudian dikembangkan anak-anaknya dengan label “Tjokot Sons”, dan seniman lain juga banyak yang menganutnya.Tjokot sebenarnya merupakan seniman alam yang muncul mengikuti intuisi kreatif dengan melepas pakem visual tradisi, seperti seniman Bali lainnya pada masa terbentuknya Pita Maha. Walaupun demikian, seniman-seniman ini tetap setia pada jiwa nilai-nilai kolektif tradisional masyarakat Bali untuk menjadi inspirasinya.Tjokot sebagaimana masyarakat Bali menyakini hukum Karmaphala dan reinkarnasi (punarbhawa) yang merupakan bagian dari ajaran Hindu. Pada siklus kehidupan dalam ajaran itu, sebab akibat dari perbuatan manusia bisa dibaca lewat mitos-mitos yang melahirkan simbol dalam bentuk mitis atau magis. Burung garuda sering dipakai Tjokot untuk mengungkap ide kekuatan mitis relijius. Dalam karya ini, ia menampilkan figur-figur demonis sebagai simbol ekspresi kekuatan magis.