Penghayatan kritis Bonyong terhadap berbagai peristiwa sosial politik dalam sistem negara dan pemerintah yang timpang dalam menggugah kesadarannya akan realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Dalam karya “The Flag of Red and White” (1975), ia mengungkap hal itu lewat bidang warna merah keras dan putih kontras sebagai simbol bendera, sekaligus ruang Indonesia. Di sudut bawah, tujuh kolase boneka figur bayi tanpa kepala dijajarkan, menyiratkan banyaknya generasi sekarang yang lahir tanpa identitas kebangsaan. Di samping itu, juga sebagai potret catatan sejarah dengan banyaknya korban dalam berbagai ketimpangan sosial politik pada ruang kesadaran Indonesia.Bonyong Munni Ardhi adalah salah seorang eksponen Gerakan Seni Rupa Baru (GSRB) Indonesia yang mempunyai paradigma kontekstualisme dan pluralitas dalam media ungkap seni rupa. Dalam banyak karyanya, Bonyong mengungkapkan kontradiksi dan ironi sosial yang terjadi di sekitarnya. Empatinya yang dalam terhadap kesengajaan yang terjadi, menuntun kesadaran kritisnya pada sistem kekuasaan dan dominasi negara yang otoriter. Paradigma pluralitas bahasa ungkap dalam seni rupa menjadi jalan baginya untuk menjelajahi segenap kemungkinan berkarya, mulai dari seni lukis, patung, happening art, hingga instalasi. Upaya untuk menghadirkan kekonkretan visual menjadi salah satu ciri khas yang muncul dalam setiap karyanya.Dalam karya ini dapat ditangkap ungkapan kritis Bonyong terhadap nasionalisme bangsanya. Empatinya terhadap kondisi sosial masyarakat yang timpang, nilai-nilai kemanusiaan yang telah tercerabut, hilangnya identitas kultural berikut nasionalisme yang absurd, menjadi tema yang dihadirkan untuk merenungkan entitas kebangsaan. Bayi-bayi tanpa kepala yang dihadirkan dalam karya ini menjadi sebuah potret yang mengetuk berbagai sisi humanis.