Painting

Komposisi (1975)

Pada lukisan yang berjudul “Komposisi”, 1975, ini Oesman Effendi menghadirkan keberadaan bentuk sebagai suatu gejala visual yang murni. Walaupun bawah sadar kolektif kita bisa mengasosiasikan bentuk itu dengan bentuk-bentuk yang ada di alam, namun pelukis ini sama sekali tidak bermaksud merepresentasikan bentuk apapun. Bidang biomorphic yang terdiri dari relung-relung dengan warna kuning dan oker itu mengesankan suatu gerak yang mengambang. Kesan gerak di dalamnya lebih ritmis, karena dalam relung-relung ada aksentuasi irama garis berkelok dengan warnawarna yang kuat. Walaupun demikian, ritme dan warna cerah tidak lalu menghadirkan kemeriahan, namun suasana yang terbangun justru kesunyian yang mengambang. Dalam lukisan ini ekspresi Oesman Effendi yang juga didasari spiritualitas tasawuf menyampaikan keheningan lewat paradoks visual. Dalam ritme gerak ada keheningan, dalam kecerahan juga terbangun kesunyian. Dalam tataran ini, mungkin ia ingin menghadirkan bentuk-bentuk itu sebagai suatu simbol pencapaian spiritual tertentu, namun dalam bahasa yang subtil.Sesudah tahun 1960, Oesman Effendi semakin intens dengan dunia abstrak ini, sehingga alam dan objek-objek hanya tinggal esensi yang diungkapkan lewat ritme visual. Dalam ritme itu ia mengekspresikan karakter karakter meditatif, puitis, dramatis, dan magis lewat garis dan warna. Pencapaian ini dimulai lewat proses perjuangan sikap kesenian yang soliter dari lingkungan sosiokulturalnya.Pada tahun 1950, walaupun di Yogyakarta Oesman Effendi telah mempunyai kecenderungan pada seni lukis abstrak, karena bentuk-bentuk dalam lukisannya telah mengalami penyederhanaan atau abstraksi. Ia melakukan eksperimen-eksperimen dengan warna dan garis, terutama dengan media cat air dan pastel. Kejernihan pada pelukis itu mencerminkan kemerdekaan pribadi untuk tidak hanyut pada arus paradigma estetik kerakyatan dengan ikatan politik cenderung kekiri-kirian, sebagaimana yang dominan di Yogyakarta pada masa itu. Untuk terus mencari kemerdekaan pribadi itulah ia akhirnya keluar dari sanggar SIM Yogyakarta yang dirasakan semakin ketat dengan ideologi kerakyatannya. Selanjutnya ia pindah ke Jakarta dengan terus mengeksplorasi bentukbentuk abstraksi bersama dengan pelukis Zaini, Nashar, Rusli, dan Wakidjan. Pada tahun 1957, ketika Oesman Effendi memamerkan karya-karyanya yang berupa objek-objek dari susunan garis dan bidang geometris, Basuki Resobowo mengkritiknya bahwa pemirsa hanya dicekau (sic) oleh konstruksi unsurunsur visual yang formal. Namun justru kritik itulah, yang menegaskan Oesman Effendi sebagai pelukis yang teguh memperjuangkan seni abstrak.

Seniman
Oesman Effendi
Medium
Cat Minyak Pada Kanvas
Ukuran
-
Komposisi thumbnail
© Galeri Nasional Indonesia