Lukisan Achmad Sadali, “Gunungan Emas” (1980) ini, merupakan salah satu ungkapan yang mewakili pencapaian nilai relijiusitasnya. Sebagai pelukis abstrak murni, Sadali memang telah lepas dari representasi bentuk-bentuk alam. Namun demikian, dalam bahasa visual semua bentuk yang dihadirkan seniman dapat dibaca dengan berbagai tingkatan penafsiran. Dalam usia peradaban yang ada, manusia telah terbangun bawah sadarnya oleh tanda-tanda yang secara universal bisa membangkitkan spirit tertentu. Warna-warna berat, noktah dan lubang, serta guratan-guratan pada bidang bisa mengingatkan pada citra misteri, arkhaik, dan kefanaan. Tanda segitiga, konstruksi piramida memberikan citra tentang relijiusitas. Lebih jauh lagi lelehan emas dan guratan-guratan kaligrafi Alquran dapat memancarkan spiritualitas Islami. Semua tanda-tanda tersebut hadir dalam lukisan-lukisan Sadali, sehingga ekspresi yang muncul adalah kristalisasi perenungan tentang nilainilai relijius, misteri, dan kefanaan.Pembacaan tekstual ikonografis itu, telah sampai pada interpretasi imaji dan pemaknaan bentuk. Namun demikian, karena Sadali selalu menghindar dengan konsep eksplisit dalam mendeskripsikan proses kreatifnya, maka untuk menggali makna simbolis karya-karyanya perlu dirujuk pandangan hidupnya. Sebagai pelukis dengan penghayatan muslim yang kuat, menurut pengakuannya renungan kretivitas dalam melukis sejalan dengan penghayatan pada surat Ali Imron (190-191) dalam Alquran. Ia disadarkan bahwa sebenarnya manusia dianugerahi tiga potensi, yaitu kemampuan berzikir, berfikir, dan beriman untuk menuju ‘manusia ideal dan paripurna’ (Ulul-albab). Menurut Sadali, daerah seni adalah daerah zikir. Makin canggih kemampuan zikir manusia, makin peka mata batinnya. Dalam lukisan “Gunungan Emas” ini dapat dilihat bagaimana Sadali melakukan zikir, mencurahkan kepekaan mata batinnya dengan elemen-elemen visual.