Abbas Alibasyah pada tahun 1960-an termasuk pelukis yang telah melakukan pembaruan dengan melakukan abstraksi pada lukisannya. Perspektif terhadap objek yang demikian didorong oleh perubahan sosiokultural yang mulai menggejala di Indonesia. Modernisasi merupakan jiwa zaman yang menjadi mitos baru pada akhir 1960 sampai awal tahun 1970, tak terkecuali dalam habitat seni rupa Yogyakarta yang pada saat itu masih sangat dominan dengan berbagai bentuk paradigma estetik kerakyatan. Respons terhadap modernisasi dalam seni rupa, selain mendorong perubahan bentuk ke arah peringkasan, konseptualisasi, dan abstraksi, juga menunjukkan proses pergulatan mempertahankan nilai-nilai keIndonesiaan dari berbagai penetrasi kebudayaan Barat. Abbas melakukan kedua hal itu. Bersama dengan beberapa pelopor Yogya yang lain, Abbas menyerap spirit modernisasi itu dengan menerapkan pola dasar geometrik dalam mengabstraksi objek-objek. Di samping itu, ia terus berusaha menggali perbendaharaan visual tradisi dalam objek-objek lukisannya.Dalam lukisan berjudul “Garuda”, 1969 ini penerapan pola dasar geometrik untuk mengabstraksikan bentuk burung sangat dominan. Menjadi unik karena deformasi bentuk garuda telah sedemikian jauh, sehingga yang lebih penting adalah ekspresi berbagai unsur visual yang ada. Warna merah dengan gradasi ke arah violet dan oranye memberi kekuatan sebagai latar belakang yang ekspresif. Bentuk burung muncul lewat konstruksi serpihan bidang dengan warna kuning dan hijau, diikat dengan tekstur dan goresan kasar yang mencitrakan nafas primitif. Lukisan ini juga seperti karya-karya Abbas dalam periode itu, yang dipengaruhi oleh sumber-sumber visual dari berbagai patung etnis Nusantara. Sikap estetis Abbas tersebut, merupakan perwujudan yang kongkrit dalam proses pergulatan mempertahankan nilai-nilai indegeneous dalam terpaan gelombang budaya Barat yang terbungkus dalam euforia modernisme masa itu.